Pemahaman Merdeka Belajar
MERDEKA BELAJAR
Ki Hadjar Dewantara “ menyamakan
mendidik anak dengan mendidik rakyat” menurut Ki Hadjar Dewantara, “ kehidupan
kita saat ini adalah buah dari pendidikan yang kita terima saat kita masih
anak-anak” Begitu pula dengan anak-anak yang saat ini belajar bersama kita kelak
akan menjadi bagian dari masyarakat di masa depan. Ibu dan Bapak Guru, hari ini kita belajar
bahwa ternyata peranan seorang pendidik sangat besar. Hal apapun yang kita
lakukan di kelas, dari segi memfasilitasi proses belajar, atau hal sekecil
ucapan pujian maupun cemoohan yang tidak sengaja terucap akan meninggalkan
makna bagi murid-murid, yang kelak akan menjadi bagian masyarakat.
Sebagai
guru mesti hadir secara utuh. Setiap hal kecil yang kita sampaikan di kelas
akan berkontribusi pada kecakapan hidup anak dewasa. Semua yang kita rancang
untuk disimak murid-murid mesti bertujuan. Sebab saat mengajar di dalam
kelas, Ibu dan Bapak Guru sebenarnya sedang membentuk masyarakat, membentuk
budaya masa depan lewat murid-murid kita. Semangatlah untuk terus belajar
ibu dan bapak guru, wahai para pembentuk kebudayaan masa depan. Mari kita
bersama terus belajar demi meraih tujuan pendidikan menjadi manusia merdeka
yang kelak akan menuntun murid-murid manusia merdeka pula.
3. Ingin menjai guru seperti Apa kita?
Setelah mengingat-ingat kenangan masa sekolah, mari kita mengenang pula awal mula memilih profesi mulia ini. Ketika memutuskan bekerja sebagai guru, sebenarnya kita ingin menjadi sosok guru seperti apa, apakah ingin menjadi guru yang bisa menularkan energi positif pada murid-murid? Apakah ingin menjadi guru yang membuat murid terus tertarik untuk belajar dan membekkalinya dengan kemampuan untuk terus belajar hingga akhir hayat? Selamat dan bahagia serta siap hidup dan mengisi zamannya?
Ibu dan Bapak Guru, menjadi guru atau pendidik itu sangat menantang, apalagi dengan perubahan zaman yaang dinamis seperti yang kita alami saat ini. Guru perlu adaptif terhadap perubahan seperti disampaikan Ki Hadjar Dewantara, pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti yaitu kekuatan batin dan karakter pikiran atau intelek dan tubuh anak.
Tidak hanya materi yang kita ajar, tapi juga semua tingkah laku, tututr kata, dan cara kita mengajar akan membekas dan membentuk murid-murid sebagaimana kita dibentuk oleh guru-grur kita dahulu. Memang tidak mudah namun, layak diperjuangkan. Ibu dan Bapak Guru, menciptakan rasa takjub dan kasmaran belajar pada murid-murid.
MODUL 2 Mendidik dan Mengajar
Modul ini terdiri dari 3 materi antara lain
Materi Mendidik Menyeluruh
Ibu dan Bapak Guru pemahaman terhadap kata “pendidikan dan pengajaran” kadang masih membingungkan. Penggabungan istilah tersebut dapat mengaburkan pengertian yang sesungguhnya. Pengajaran adalah suatu cara menyampaikan ilmu atau manfaat bagi hidup anak-anak secara lahir maupun batin. Maka pengajaran merupakan salah satu bagian dari mendidik. Sementara pendidikan adalah tempat menaburkan benih-benih kebudayaan yang hidup dalam masyarakat sekaligus sebagai instrumen tumbuhnya unsur peradaban agar kebudayaan yang kita wariskan kepada anak cucu kita dimasa depan.
Ki
Hadjar Dewantara mendefinisikan pendidikan sebagai tuntunan, yaitu tuntunan
dalam hidup tumbuhnya murid. Maka mendidik adalah menunutun segala kodrat yang
ada pada murid agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
setinggi-tingginya baik itu sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Layaknya
seorang petani yang menanam padi, ia hanya dapat menuntun tumbuhnya padi
mengusahakan kondisi yang terbaik agar padi dapat tumbuh sesuai kodratnya.
Petani mungkin dapat memperbaiki keadaan tanaman padinya atau bahkan
menghasilkan tanaman padi lebih besar daripada tanaman padi yang tidak
diperlihara. Bagaimanapun ikhtiar yang terbaik yang dilakukan oleh petani untuk
tumbuhnya padi tidak akan dapat membuat tanaman padi itu tumbuh menjadi tanaman
jagung atau tanaman lainnya.
Sebagai pendidik kita perlu cermat dalam menempatkan pendidikan pikiran murid, sesuai dengan konteks pendidikan nasional berdasarkan garis-garis bangsanya atau, kultural nasional yang akan melengkapi, mempertajam dan memperkaya pendidikan keterampilan berpikir murid. Setiap murid memiliki kekuatan yang memerlukan tuntunan orang dewasa. Menuntun potensi murid bertujuan agar ia semakin baik adabnya dan untuk mendapatkan kecerdasan yang luas sehingga ia terlindungi dari pengaruh-pengaruh yang dapat menghambat bahkan melemahkan tumbuhya potensi atau kekuatan dirinya.
Ada murid yang tidak memiliki kesempatan mendapatkan tuntunan yang baik sehingga ia cenderung tidak dapat menumbuhkan dan mengembangkan kekuatan atau potensinya dengan maksimal. Ada juga murid yang mendapatkan tumbuh dengan baik namun kekuatanatau potensinya tidak dapat tumbuh atau berkembang karena adanya pengaruh-pengaruh yang membatasi tumbuh kembangnya potensi yang ia miliki.
Sebagai orang dewasa kita dapat berupaya membangun dan menjaga suasana lingkungan yang kondusif agar setiap murid dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodratnya . Seumpama dua garis yang saling tarik menarik dan saling mempengaruhi yang pada akhirnya berujung menjadi satu. Dua garis itu adalah garis dasar yang manggambarkan potensi dari murid dan garis keadaan yang menggambarkan kesempatan untuk berkembang. Kedua garis ini saling berhubungan yang menurut ilmu pendididkan disebut konvergensi.
Buah dari tuntunan kepada murid adalah berkembangnya akal budi murid yang mendorong terciptanya kebudayaan. Contohya kebudayaan gotong royong membersihkan dan menghias kelas, serta sekolah yang melibatkan murid dapat menumbuhkan karakter dan kecakapan sosial emosional. Guru dapat memberikan praktek pembelajaran yang mengembangkan kerjasama, empati menghargai sesama dan berkontribusi sosial kepada sesama. Sehingga murid dapat menemukan dan terbekali dengan kebudayaan bangsa akan semakin kuat dan tentu saja akan mebantu murid atas kehidupan dan penghidupannya. Lalu bagaimana dengan pembelajaran di kelas kita saat ini, apakah kita sudah mendidik anak dengan menyeluruh dan mungkin kita hanya sebatas mengajar? Mari refleksikan bersama.
Materi
Pendidikan Selama Satu Abad
Ibu
dan bapak guru, metode pengajaran di zaman Kolonial Belanda yang menggunakan
sistem pendidikan perintah dan sanksi, tanpa sadar masuk ke dalam warisan cara
guru-guru kita mendidik murid-muridnya. Bahkan mungkin sampai saat ini praktek
itu masih ditemukan kasus kekerasan pada murid di sekolah. Murid mendapat
hukuman atau sanksi ketika mereka belum atau tidak mengerjakan perintah guru
dari guru.
Contoh lain adalah sistem penilaian atau penghargaan yag terlalu berorientasi pada kecakapan kognitif. Misalnya kapan murid diukur dari hasil ujian sumatif yang menguji kecakapan kognitif semata, akibatnya murid berusaha keras melatih kecakapannya dengan mengerjakan kisi-kisi soal ujian hingga mendapat nilai dan penghargaan dari sekolah. Nah fokus pada oriebtasi kognitif ini menyebabkan perkembangan kecakapan sosial emosional mulai terabaikan. Di sisi lain, jika murid belum mampu memenuhi tuntutan-tuntutan ujian sumatif yang sangat berat tidak jarang murid-murid kita mendapat penghakiman , mereka dianggap gagal dalam belajar. Hal ini bertentangan dengan keadaan dan kebudayaan bangsa timur. Sebagai perlawanan terhadap sistem yang diskriminatif ini Ki Hadjar Dewantara menggagas perlunya sebuah sistem pendidikan yang humanis dan transformatif yang dapat memelihara kedamaian dunia.
Ki Hajar Dewantara memperkenalkan sistem among yaitu yang dikenal dengan slogannya Ing Ngarso Sung Tulodo artinya seorang guru haruslah berkomitmen menjadi seorang teladan. Ia harus memberikan contoh yang baik. Ing Madya Mangunkarsa artinya seorang guru haruslah membangkitkan atau menguatkan semangat murid-muridnya bukan orang yang melemahkan semangat. Dan Tut wuri Handayani yaitu seorang guru haruslah memberikan dorongan atau menjadikan murid-muridnya orang –orang yang mandiri atau orang-orang yang mandiri atau orang –orang yang merdeka yang tumbuh dan kembang secara maksimal.
Menurut
Ki Hadjar Dewantara pendidikan yang sesuai dengan bangsa kita adalah pendidikan
yang humanis, kerakyatan dan kebangsaan, pemikiran Ki Hajar
Dewantara tersebut adalah gagasan yang melampaui zamannya, dimana
beliau hidup dan masih relevan hingga masa sekarang ini, terbukti
atas kepribadian bangsa Indonesia yaitu yang mengandung harkat diri dan
kemanusiaan yang menjadi landasan praktek pendidikan saat ini. Tidak hanya di
Indonesia tapi juga di negara-negara lain. Maka kita sebagai pendidik harus
dapat mengahayati pemikiran Ki Hadjar Dewantara mengenai pendidikan yang
humanis yang terbukti masih relevan bahkan hingga masa kini dan akan mampu
mengantarkan murid siap mengisi zamannya kelak.
Untuk
mencapai semua dasar utama yang dicita-citakan oleh Ki Hadjar Dewantara yaitu
kemerdekaan setiap murid yang mampu mengatur dirinya sendiri agar murid-murid
berperasaan, berpikiran, dan bekerja merdekan dalam ketertiban bersama demi
mewujudkan cita-cita pendidikan nasional. bu
dan Bapak Guru hanya mengandalkan naluri mendidik tidaklah cukup, kita juga
perlu melengkapinya dengan ilmu pendidikan yang selaras dengan zamannya.
Tuntunan yang baik kepada murid didasarkan pada panduan atau teori atau
pengetahuan tentang tuntunan yang terbaik dalam mendidik murid. Kita
membutuhkan semacam pagar atau pelindung yaitu dukungan dari rakyat atau
masyarakat untuk bersama-sama menjaga atau menolak semua bahaya yang mengancam
kekuatan-kekuatan dan potensi yang sedang tumbuh dari dalam diri murid-murid
kita.
Mari kita renungkan bersama, apakah kita sudah mempraktekkan pembelajaran sesuai dengan cita-cita sistem pendidikan nasional yang digagas oleh Ki Hadjar Dewantara? Langkah apa yang dapat kita lakukan untuk bersama-sama kita bisa mewujudkaannya?
Materi Menjadi Manusia (secara )Utuh
Manusia
sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa memiliki dua bagian utama pada
tubuhnya yaitu badan jasmani atau lahir dan badan rohani atau batin. Atas
karunia Tuhan Yang Maha Esa pula, manusia memiliki akal yang
digunakan untuk berpikir untuk merasa dan berkarya. Bersatunya pikiran,
perasaan, dan kehendak dapat menimbulkan daya dan memunculkan budi
pekerti yang menandakannya sebagai manusia merdeka yaitu manusia yang dapat
memerintah dan menguasai dirinya atau mandiri dan itulah kodrat sebagai
manusia. Sehingga agar manusia mengetahui kebutuhan lahir dan batinnya sendiri,
kita sebagai pendidik dapat mebantu murid untuk memenuhi kebutuhan keduanya
agar mencapai keseimbangan dalam menjalani kehidupan.
Dengan
demikian memandang murid sebagai manusia secara utuh harus menjadi dasar kita
sebagai pendidik dalam mendampingi murid-murid menentukan tujuan belajar,
mernecanakan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan murid baik secara lahir
maupun batin yang akan membantu murid-murid kita mengembangkan kekuatan lahir
batin. Sebagai pendidik kita tidak cukup hanya membantu memberikan pengajaran
yang berorientasi pada penguatan, keterampilan berpikir atau kognitif saja,
tetapi juga mendampingi murid-murid untuk mengembangkan kekuatan batinnya yaitu
sosial, emosi, emosi dan lain sebagainya.
Murid juga sebaiknya dilatih dan dikuatkan kebutuhan batinnya dalam menentukan tujuan belajarnya mengembangkkan kerjasama, membangun embati, menghargai sesama, sesama refleksi diri untuk mengembangkan dirinya dan tentunya berkontribusi di lingkungan sosialnya. Sehingga pembelajaran yang direncanakan sesuai dengan kebutuhhan belajar murid dan ditujukan untuk memajukan perkembangan budi pekerti akan membantunya menajdi manusia-manusia merdeka
Manusia merdeka perlu memiliki modal keterampilan berpikir atau bernalar yang baik. Keterampilan yang berpikir atau bernalar membutuhkan proses sepanjang hayat. Proses mangasah nalar atau keterampilan berpikir murid menurut Benjamin Bloom dan Anderson yang disebut level kognitif yaitu mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis. Mengevaluasi dan mencipta. Sesuatu dapat difasilitasi dalam proses pembelajaran disemua jenjang pendidikan, PAUD, Dasar, Menengah dan Tinggi.
Dan
juga perlu disadari bagi kita sebagai pendidik bahwaa semua level kognitif dan
mulai mengingat sampai mencipta atau mengkreasi ini dapat dicapai pada semua
jenjang pendidikan, dimana kedalaman dan komplesitas ppembelajaran dapat
disesuaikan dengan tahap-tahap perkemabngan.. Makan tujuan pendidikan untuk
mengasah nalar murid dapat terwujud sebagai bekal pengembangan pendidikan budi
pekerti.
Mari kita renungkan bersama, apakah kita sudah menjadikan murid-murid kita manusia seutuhnya? Apakah kita sudah membantu memberikan asupan kebutuhan lahir dan batin murid? Dan bagaiman cara kita untuk mendampingi untuk mengasah keterampilan bernalar murid dengan sebaik-baiknya?
MODUL 3 Mendampingi Murid dengan Utuh dan Menyeluruh
Modul ini terdiri dari Kodrat Murid dan Trikon berikut pembahasannya
Materi
Kodrat Murid
1. 1. Kodrat Keadaan
Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwan segala perubahan yang terjadi pada murid dihubungkan dengan kodrat keadaan, baik alam maupun zaman. Lalu, bagaimana cara kita menghubungkan dasar pendidikan murid dengan kodrat alam dan kodrat zaman? Kodrat alam adalah dasar pendidikan murid yang berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan dimana mereka berada. Murid dengan kodrat alam perkotaan sejatinya dilihat sebagai bagian dari masyarakat perkotaan. Maka, pembelajaran yang diterima murid sebaiknya mampu membantu mendekatkannya dengan konteks atau kodrat alamiah bukan sebaliknya malah menjauhkannya
Tidak jarang kita menjumpai guru membantu memberikan ilmu dan wawasan diluar konteks dimana murid tinggal dan hidup. Misalnya, mayoritas murid adalah anak petani karet, diberikan wawasan dan informasi bagaimana menjaga kelestarian dan ekosistem laut. Sebenarnya tidak apa-apa, mungkin saja murid akan mendapat informasi dan cara bagaimana menjaga kelestarian laut. Apakah cara dan informasi itu sesuai dengan kodrat alam murid? Oleh sebab itu, karena guru bukan lagi sebagai satu-satunya sumber belajar murid maka, guru dapat membantu murid dengan memberikan pembelajaran kontekstual. Guru berperan sebagai penghubung murid dengan sumber-sumber belajar yang ada disekitar murid atau di sekolah maupun dengan sumber-sumber belajar digital yang mengaitkan setiap materi dengan konteks di mana murid hidup
Sementara kodrat zaman adalah bagian dasar pendidikan murid yang berhubungan dengan isi dan irama. Isi dan irama pendidikan bergerak dinamis sesuai dengan perkembangan zaman. Muatan pendidikan dan cara belajar dikala kita sebagai murid pasti berbeda dengan zaman saat ini. Pendidikan setelah masa kemerdekaan tentu juga berbeda dengan pendidikan pada abad ke-21. Maka, kita pendidik bergegas beradaptasi terhadap kodrat zaman untuk membantu murid mencapai selamat dan bahagia.
Contohnya, guru yang terbiasa mengajar dengan menggunakan metode utama ceramah, menyampaikan informasi-informasi yang sudah ada di mesin pencari atau digital, membuat murid memiliki kompetensi yang tidak relevan dan sesuai dengan keterampilan abad ke-21 yaitu berpikir kritis, kreatif, komunikasi, dan kolaborasi. Maka sebagai pendidik, kita juga dapat membantu memberikan pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan kecakapan tersebut.
Seiring dengan perubahan yang terjadi dalam pendidikan secara global, Ki Hadjar Dewantara mengingatkan bahwa pengaruh-pengaruh dari luar hendaknya tetap dipilah, mana yang sesuai dengan kearifan lokal, sosial, budaya Indonesia. Cara merespon banyaknya pengaruh luar tersebutlah yang menjadi perhatian kita sebagai pendidik. Penanaman budaya kearifan lokal yang logis dapat membantu murid menjadi bijak dalam kehidupannya. Jika kita dapat memegang kuat kearifan lokal budaya Indonesia. Kita juga akan mampu merespon pengaruh- pengaruh luar dengan bijak. Sehingga adopsi muatan dan konten pengetahuan akan sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan konteks sosial budaya yang ada di Indonesia.
Untuk mewujudkan dan menjaga itu semua diperlukan prinsip-prinsip dalam melakukan perubahan. Ki Hadjar Dewantara menyebutnya sebagai Asas Tricon : Kontinyu, Konvergen, dan Konsentris. Kontinyu, kemajuan kebudayaan merupakan keharusan lanjutan langsung dari kebudayaan itu sendiri. Konvergensi kebudayaan menuju arah kesatuan kebudayaan dunia atau kemanusiaan. Konsentris kebudayaan harus mempunyai karakteristik dan sifat kepribadian sendiri sebagai pusatnya dalam lingkungan kebudayaan dunia atau kemanusiaan. Maka dengan menggunakan Asas Tricon sebagai prinsip melakukan perubahan kebudayaan bangsa indonesia tidak akan tertinggal. Kebudayaan indonesia akan berjalan beriringan dengan kebudayaan lain dan memiliki karakter dan ciri khasnya sendiri. Mari kita refleksikan bersama: Apakah kita sudah membantu memberikan pembelajaran berdasarkan kodrat keadaan murid? Apa yang dapat kita lakukan sebagai pendidik agar kodrat keadaan murid dapat menuntun kekuatan kekuatan dan potensi pada murid?
2. Kodrat Alam
Kodrat alam merupakan bagian dari dasar pendidikan murid yang berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan tempat murid berada. Salah satu instrumen untuk pengembangannya adalah melalui pendidikan atau tuntunan. Kita sebagai pendidik dapat merencanakan pengembangan kemampuan berpikir murid, agar akal budi murid terus berkembang sesuai kodrat alamnya. Melihat murid sebagai individu yang utuh, bagian dari masyarakat, serta lingkungannya menjadi keharusan bagi tumbuh dan hidupnya murid. Potensi setiap anak berkembang dari tahapan yang sederhana menuju tahapan yang lebih kompleks. Kodrat yang dimiliki setiap murid tidak sama. Setiap anak memiliki kekuatan kodratnya. Bahkan, anak kembar identik pun memiliki kodrat masing-masing. Oleh karenanya, murid sebagai individu yang unik yang berbeda satu dari yang lain harus mendapatkan tuntunan yang tepat sesuai dengan keunikannya. Sehingga murid dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Seorang anak yang dilahirkan dengan kodrat alam perkotaan maka ia menjadi bagian dari alam masyarakat dan lingkungan perkotaan. Oleh karena itu pendidik sebaiknya dapat menuntun murid untuk menemukan konteks pembelajaran yang relevan terhadap dirinya dan lingkungan tempat mereka berada. Misalnya, murid yang hidup di daerah pesisir mendapat wawasan mengenai bahaya yang mengancam ekosistem laut dan melakukan penelitian bersama untuk menemukan berbagai cara merawat dan menjaga lautnya seperti menanam Mangrove. Murid bisa mendapat pengetahuan akan bahaya sampah plastik jika dibuang ke laut dan mengenal jenis-jenis hewan dan tumbuhan yang ada di laut.
Sebagai pendidik kita dapat menggunakan metode, strategi, dan teknik pembelajaran sesuai keunikan potensi masing-masing murid untuk membantu mereka mengembangkan kekuatan kodratnya. Dengan demikian murid akan merasa leluasa untuk mengeksplorasi potensinya dan menemukan pengalaman-pengalaman belajar yang bermakna. Contohnya, yang memiliki potensi seni diberi kesempatan atau ruang untuk menyelenggarakan pertunjukan seni dengan tema yang dikaitkan dengan peminatan murid atau disesuaikan dengan pembelajaran tertentu.
Ibu dan bapak guru mari kita resapi bersama : Apakah kita sudah melihat murid sebagai individu yang utuh bagian dari alam semesta? Apakah kita sudah peka dan mampu menemukan keunikan dari setiap murid kita? Apakah kita sudah memberikan tuntunan yang sesuai dengan keunikan murid kita? dan yang paling penting Apakah pembelajaran yang kita rancang sesuai dengan kehendak murid dan mendekatkan murid dengan konteks kehidupan dan segala potensinya.
3. Kodrat Zaman
Selain kodrat alam, Ki Hadjar Dewantara mengungkapkan dalam melakukan pembaharuan yang terpadu hendaknya selalu diingat bahwa segala kepentingan anak-anak didik baik mengenai hidup diri pribadinya maupun kemasyarakatannya jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun pada zaman. Sementara itu segala bentuk isi dan irama yaitu cara mewujudkannya hidup dan penghidupannya hendaknya selalu disesuaikan dengan dasar-dasar dan asas kehidupan kebangsaan yang bernilai dan tidak bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan.
Ki Hadjar Dewantara ingin mengingatkan kita para pendidik untuk menuntun murid mencapai kekuatan-kekuatan kodratnya sesuai dengan alam dan zaman menggunakan asas tricon yaitu kontinyu, konvergen, dan konsentris. Kontinyu, pendidik menuntun murid dengan perencanaan dan pengembangan secara berkesinambungan menyatu dengan alam masyarakat Indonesia untuk mewariskan peradaban. Konvergen, pendidik menuntun murid dengan pemikiran terbuka terhadap segala sumber belajar, mengambil praktek-praktek baik dari kebudayaan lain, dan menjadikan kebudayaan kita bagian dari alam universal. Konsentris, pendidik menuntun murid dengan berdasarkan kepribadian karakter dan budaya kita sendiri sebagai pusatnya.
Asas Trikon diyakini mampu menghadapi derasnya arus perubahan kodrat zaman seperti abad ke-21 secara global. Pendidikan saat ini ditekankan untuk menuntun anak memiliki keterampilan abad ke-21 yaitu berpikir kritis dan solutif, kreatif dan inovatif, serta mampu berkomunikasi dan berkolaborasi. Meskipun demikian pengaruh pengaruh global harus disaring. Seleksi menggunakan kekuatan utama bangsa Indonesia yaitu kearifan local, sosial budaya sehingga isi dan irama pendidikan berupa konten atau muatan pengetahuan yang diadopsi selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan dan konteks sosial budaya yang ada di Indonesia. Maka, cara mendidik pun harus sesuai dengan tuntutan zaman.
Cara belajar dan interaksi murid abad ke-21 tentu berbeda dengan murid di pertengahan abad ke-20 seperti apa yang dikatakan Ki Hajar Dewantara “didiklah anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntunan alam dan zamannya”. Misalnya, guru membantu murid untuk melakukan refleksi diri sebagai proses mengenali dan melihat kembali potensi dirinya kemudian murid diajak untuk mengamati keadaan sekolah dan lingkungannya. Setelah itu murid menganalisis permasalahan dan potensi yang muncul dari hasil pengamatannya. Ini adalah contoh belajar berpikir kritis.
Ibu dan bapak guru mari kita renungkan :
Apakah kita sudah mendidik murid kita sesuai dengan kodrat jamannya? Apa yang
dapat kita lakukan untuk menuntun mereka agar berdaya sesuai kodrat jamannya?
Materi
Trikon
Asas Trikon
Setiap sekolah memiliki kondisi dan permasalahan masing-masing sehingga pengembangan satu sekolah dengan sekolah lain sangat beragam sesuai karakteristik lingkungannya. Misalnya, kondisi geografis Indonesia yang beragama mendorong proses pendidikan yang dinamis. Sekolah yang berada di lingkungan pantai dapat mengkontekstualkan proses pendidikannya sesuai dengan lingkungan pantai tempat murid tinggal seperti menanam pohon bakau untuk mencegah abrasi pantai. Begitu pula sekolah yang berada di pegunungan, guru dapat mengajak murid untuk menjaga pohon agar terhindar dari bahaya tanah longsor.
Dengan demikian guru memfasilitasi proses belajar murid sesuai dengan keadaan lingkungan murid dan potensi yang dimiliki. Sehingga murid dapat melihat hubungan antara dirinya dengan lingkungan, masalah, serta potensi yang terhubung pada dirinya dengan proses pendidikan yang berjalan sangat dinamis. Budaya, kebudayaan, atau cara hidup bangsa itu bersifat kontinyu; bersambung tak putus-putus. Dari zaman penjajahan sampai zaman kemerdekaan, perkembangan dan kemajuan kebudayaan serta cara hidup bangsa terus menerima pengaruh nilai-nilai baru. Proses pembelajaran sejatinya tidak pernah putus. Usaha sadar yang menikmati setiap proses belajar karena dilakukan sukarela. Kemauan belajar, rasa ingin tahu, dan motivasi internal dalam diri murid perlu distimulasi. Sehingga, akan melahirkan murid yang memiliki kemampuan pengaturan kegiatan belajarnya sendiri atau self-regulatory learning.
Apabila murid mampu memahami hubungan diri dan lingkungannya, ia dapat pula belajar memahami peran dan kontribusi dirinya terhadap lingkungan serta menindaklanjuti peran dan kontribusinya tersebut. Hal ini juga dapat mendorong terbentuknya kemampuan pengaturan belajar mandiri atau self-regulatory learning, Konvergen. Pengembangan yang dilakukan dapat mengambil dari berbagai sumber di luar, bahkan dari praktek pendidikan di luar negeri seperti yang dilakukan oleh Ki Hadjar Dewantara ketika mempelajari berbagai praktek pendidikan dunia. Misalnya, Maria Montessori, Froebel, dan Rabindranath Tagore.
Dalam dunia pendidikan pun banyak system pendidikan yang masuk ke Indonesia tidak lantas kita terima mentah-mentah. Kita perlu mengolahnya dan hanya menerima yang sesuai dengan nilai-nilai kebangsaan. Dalam hal ini Ki Hadjar Dewantara menggambarkan manusia sebagai titik kecil yang kemudian bersama dengan yang lain membentuk lingkaran besar atau keluarga, dan menjadi lingkaran yang lebih besar lagi atau organisasi. Pengembangan pendidikan yang dilakukan harus tetap berdasarkan kepribadian kita sendiri. ditempatkan secara konsentris dengan karakter budaya kita sebagai pusatnya.
Implementasi Konsep Trikon ; Kontinyu, Konvergen, dan Konsentris; bisa kita amati atau bahkan kita refleksikan dari apa yang sudah terjadi dalam proses pembelajaran. Kesinambungan manajemen kelas yang konsisten memberikan ruang kepada murid untuk mengeksplorasi gagasan, ide, dan kreativitasnya. Meskipun metode pembelajaran dalam pendidikan bisa mengacu pada konsep manapun secara terbuka, tapi hal itu tetap harus dilakukan secara konsentris yaitu tetap mempertahankan jati diri bangsa dan menjadi diri sendiri.
MODUL 4 Mendidik dan Melatih Kecerdasan Budi Pekerti
Pada modul ini akan membahas tentan Budi Pekerti dan Teori Konvergensi dan Pengaruh Pendidikan
Materi Budi Pekerti
Selamat datang di modul mendidik dan melatih kecerdasan budi pekerti. Pada kesempatan ini kita akan membahas materi Budi Pekerti berdasarkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Agar kita dapat memahami gagasan Ki Hadjar Dewantara mengenai tujuan dan azas pendidikan nasional untuk melatih dan mendidik kecerdasan budi pekerti murid.
Suatu hari, Ibu Handa mendaftarkan Wuri dan dua temannya untuk mengikuti lomba cerdas cermat berkelompok tingkat SMP. Wuri merasa paling pandai di antara teman satu kelompoknya. Pada saat lomba berlangsung, Wuri selalu berusaha dengan cepat menjawab pertanyaan lomba tanpa mendiskusikannya dengan teman setimnya. Bahkan sampai membuat teman satu timnya merasa diabaikan akibatnya banyak jawaban yang salah sehingga membuat timnya tidak masuk ke babak selanjutnya.
Selesai lomba Ibu Handa mendekati muridnya dan bertanya : Mengapa mereka menjawab soal dengan cepat sekali dan tanpa diskusi terlebih dahulu sementara diberikan waktu untuk diskusi oleh panitia. Wuri lalu menjawab dengan menyalahkan teman satu timnya jika mereka tidak mengerti pertanyaannya apalagi jawabannya. Ia pun mengatakan jika dirinya saja tidak dapat menjawabnya apalagi teman-temannya sehingga merasa tidak perlu diskusi. Melihat lomba tersebut Ibu Handa tersadar bahwa selama ini ia terlalu fokus melatih penguasaan materi lomba dan lalai mengajarkan perilaku rendah hati dan bekerjasama.
Ibu dan Bapak Guru, dari cerita tersebut Apakah kita sebagai pendidik cukup hanya membantu murid dengan kecakapan kognitif saja? Sementara murid membutuhkan tuntunan yang dapat menumbuhkan budi pekerti dalam kehidupannya. Budi pekerti atau yang disebut watak diartikan sebagai bulatnya jiwa manusia yang merupakan hasil dari bersatunya gerak pikiran, perasaan, dan kehendak, atau kemauan sehingga menimbulkan suatu tenaga. Budi pekerti juga dapat dimaknai sebagai perpaduan antara cipta (kognitif) dan rasa (afektif) sehingga menghasilkan karsa (psycho motoric). Misalnya seseorang yang memiliki budi pekerti jujur maka kecil kemungkinan ia melakukan kebohongan atau mengambil sesuatu yang bukan miliknya atau bahkan ia akan merasa terganggu jika melihat ketidak jujuran terjadi disekitarnya.
Ki Hadjar Dewantara juga menjelaskan bahwa keluarga merupakan tempat utama dan yang paling baik dalam melatih karakter anak atau murid. Keluarga menjadi tempat anak atau murid dalam proses menyempurna menjadi sempurna, sebagai laboratorium awal dan utama melatih kecerdasan budi pekerti anak agar siap menjalani hidup dalam masyarakat. Kita sebagai pendidik, di sekolah ikut turut serta berperan membantu murid untuk menemukan kecerdasan budi pekerti dengan tuntunan dan teladan yang sesuai dengan kebutuhan murid. Seseorang yang mempunyai kecerdasan budi pekerti akan senantiasa memikirkan, merasakan, dan mempertimbangkan setiap perilaku yang ditampilkannya.
Pendidik harus mampu memahami kemampuan kodrat anak atau murid sebagai individu yang sadar mampu memikirkan, memahami, merasakan, berempati, berkehendak, dan bertindak semestinya dapat kita tanamkan dalam benak kita sebagai pendidik. Agar murid mampu berfleksi memberikan makna dari pengalaman-pengalamannya untuk mengenal dirinya. Maka murid dapat menjadi “manusia atau individu yang merdeka” berakal budi yang menentukan keberadaan dan jatid irinya.
Materi Teori Konvergensi dan Pengaruh Pendidikan
Salam dan bahagia ibu dan bapak guru hebat. Di kesempatan ini kita akan mengulas materi yang berjudul Teori Konvergensi Dan Pengaruh Pendidikan berdasarkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara agar kita dapat memahami hakikat dan tujuan pendidikan berdasarkan gagasan Ki Hadjar Dewantara sehingga apa yang kita praktikkan di dalam kelas sesuai dengan cita-cita pendidikan nasional.
Setiap tahun SMP kembang putih mengirimkan murid kelas 8 mengikuti kompetisi karya teknologi. Salah satu murid yang mengikuti kompetisi yaitu Madya, karena ia mendapatkan peringkat kedua di kelasnya. Wali kelas tanpa ragu meminta dan mendaftarkannya mengikuti kompetisi tersebut. Madya pun mengiyakan dan terpaksa bersedia mengikutinya karena segan dan takut menyinggung guru wali kelasnya yang terus-menerus membujuknya meskipun awalnya ia tolak karena ia tidak ada minat mengikutinya. Padahal ia merasa tidak cocok dan tidak tertarik dengan kompetisi tersebut karena ia lebih suka dengan kesenian.
Ia merasa teman sebangkunya, Yani, yang seharusnya didaftarkan lomba karena ia tahu Yani sangat tertarik dengan teknologi dan pandai dalam mengoperasikan teknologi-teknologi baru dengan cepat. Tapi sayangnya ia tidak masuk lima besar peringkat dikelas. Karena hanya peringkat lima besar dikelas lah yang bisa mewakili sekolah mengikuti kompetisi tersebut kata guru wali kelas. Seringkali sebagai guru kita tanpa sadar menggeneralisasi kemampuan murid hanya karena murid tersebut lebih tinggi peringkatnya. Murid dianggap mau dan mampu akan semua hal seperti cerita Madya
Bapak ibu guru, Apakah betul kita sebagai pendidik lebih tahu apa yang diinginkan oleh murid? Teori konvergensi didasarkan atas dua teori utama. Yang pertama TEORI TABULARASA yang beranggapan bahwa kodrat anak ibarat kertas kosong yang dapat diisi dan ditulis oleh pendidik dengan pengetahuan dan wawasan yang diinginkan pendidik. Yang kedua TEORI NEGATIF yang beranggapan bahwa kodrat anak ibarat kertas yang sudah terisi penuh dengan berbagai macam coretan dan tulisan. Dua teori yang dikenal juga sebagai aliran daya pendidikan ini tidak serta-merta membuat Ki Hadjar Dewantara menganggapnya mutlak sebagai suatu kebenaran, tetapi Ki Hadjar Dewantara memberikan pandangan baru dengan menggabungkan atau mengintegrasikan kedua pendekatan teori tersebut menjadi suatu pendekatan yang disebut dengan teori konvergensi.
Ki Hadjar Dewantara percaya bahwa kode manusia sebagai suatu kertas yang sudah terisi dengan tulisan-tulisannya samar dan belum jelas arti dan maksudnya. Maka tugas pendidikan adalah membantu manusia atau individu untuk dapat menebalkan dan memperjelas arti dan maksud tulisan samar yang ada di kertas tersebut dengan tuntunan terbaik. Teori konvergensi merupakan pendekatan yang digunakan oleh Ki Hadjar Dewantara dalam menjelaskan tentang kertas bertuliskan tulisan samar dengan membagi budi pekerti atau watak manusia menjadi 2 bagian yaitu bagian biologis dan bagian intelligible.
Rasa takut, rasa malu, rasa kecewa, rasa iri, rasa egoism, rasa berani, dan segala yang berkaitan dengan perasaan dan jiwa manusia adalah bagian biologis yang tidak dapat berubah dan menetap pada individu sejak anak-anak hingga dewasa. Sementara kecakapan dan keterampilan pikiran, kemampuan menyerap pengetahuan adalah bagian intelligible yang dapat berubah karena pengaruh keadaan dan lingkungan, termasuk salah satunya pengaruh
Sebagian mungkin banyak yang mengalami kesulitan sehingga merasa takut dan malu pada awal kegiatan di TK, murid masih diantar dan ditunggu oleh orang tua. Namun setelah berjalannya waktu murid tersebut menjadi murid yang pemberani. Rasa takut dan pemalu menjadi tidak tampak atau semakin pudar karena sudah mendapatkan kecerdasan pikiran sehingga murid tersebut mulai pandai menimbang dan memikirkan sesuatu serta dapat memperkuat kemauannya untuk tidak malu dan tidak takut.
Hal inilah yang menyamarkan rasa takut dan malu yang dimiliki murid tersebut karena rasa takut dan malu itu hanya tersamar saja oleh pikirannya. Terkadang murid tersebut diserang rasa takut dan malu. Kondisi demikian terjadi saat pikirannya tidak bergerak, tidak dapat mempertimbangkan dan memikirkan sesuatu untuk memperkuat kemauannya. Ketika pikirannya tidak bergerak, maka akan memunculkan rasa asli yang dimilikinya, yaitu menjadi penakut dan pemalu sesuai dengan watak biologisnya yang tidak dapat berubah. Contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa pendidikan dapat mempengaruhi bagian intelligible dan bagian
Melalui proses pendidikan kecerdasan budi pekerti murid akan bertumbuh dan berkembang sehingga mampu mengendalikan tabiat asli dan watak biologis akan semakin tersamar dan menebalkan watak-watak baik murid yang akan mewujudkan kepribadian dan berbudi pekerti baik.
MODUL 5 Pendidikan yang Mengantarkan Keselamatan dan Kebahagiaan
Modul ini terdiri dari 2 materi yaitu Mengantarkan Murid Selamat dan Bahagia serta Pelatihan MandiriPemahaman Merdeka Belajar Menciptakan Lingkungan Pembelajaran Terbaik Murid berikut pembahasanya
Materi Mengantarkan Murid Selamat dan Bahagia
Pendidikan sejatinya dapat mengantarkan murid untuk keselamatan dan kebahagiaan, bagaimana guru tidak hanya mengajarkan materi pelajaran, tetapi mendorong murid menemukan pemahaman bermakna yang relevan dengan kehidupannya. Kali ini kita akan membahas materi “Selamat dan Bahagia” agar kita dapat memahami fungsi pendidikan untuk membantu murid mencapai “Selamat dan Bahagia” berdasarkan gagasan Ki Hadjar Dewantara. berikut ilustrasi cerita tentang ibu ani dan muridnya
Setiap hari Ibu Ani selalu mengajar dengan penuh semangat di depan murid-muridnya, tahun ini dimana penuh tantangan bagi pendidik karena pandemi Covid-19. Sungguh dapat dibayangkan, pada keadaan normal saja tugas pendidik tidaklah mudah, dan sekarang diharuskan melakukan penyesuaian-penyesuaian pembelajaran dengan kondisi wabah Covid-19. Suatu hari Ibu Ani mengajarkan pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam tentang sistem pencernaan manusia. Sejak dari dulu Ibu Ani terbiasa mengambil materi yang diajarkan dari satu buku teks yang dijadikan pegangannya. Dengan menggunakan metode ceramah saat mengajar, Ibu Ani merasa nyaman dan cocok menyampaikan materi tentang sistem pencernaan manusia kepada semua muridnya. Menurutnya murid juga merasa baik-baik saja ketika ia menyampaikan materinya. Para murid pun khidmat dan tenang mendengarkan materi yang disampaikan, ujarnya. Dengan meberikan tes dan menilai dengan angka, Ibu Ani merasa cukup untuk mengevaluasi kemampuan muridnya. Dan dijadikan sebagai salah satu bahan untuk evaluasi akhir semester nanti.
Salah satu murid Ibu Ani, yaitu Binbin, lebih memilih untuk menggambar tubuh dan organ pencernaan di buku tulisnya. Ha ini ia lakukan karenan metode mengajar Bu Ani membuatnya mengantuk dan sulit berkonsentrasi. Senada dengan Binbin, Ika juga merasa tidak paham dengan materi yang disampaikan oleh Bu Ani. Ika lebih suka belajar di rumah menggunakan youtube, karena lebih atraktif. Sementara itu Binbi dan Ika murid kelas 5 SD Kembang Mekar, bercerita saat diajar Ibu Guru Ani tentang sistem pencernaan manusia, Binbin sulit konsentrasi dan mengantuk, sedangkan Ika menggunakan sumber belajar lain dari youtube yang menurutnya lebih mudah dipahami. Agar tidak bosan dan mengantuk, Binbin menggambar tubuh dan organ pencernaan manusia di buku tulisnya. Dan Ika melihat penjelasan sistem dan organ pencernaan manusia melalui youtube, sambil mendengarkan materi yang disampaikan Ibu Ani.
Pada saat tes, Binbin mendapatkan nilai 40 dari total 100. Sedangkan Ika mendapatkan nilai 70 dari 100, karena ia mempu menjawab soal tes tentang sistem pencernaan manusia. Binbin diminta Ibu Ani menyalin informasi apa yang sudah ada di buku teks pelajaran dan kemudian dinilai. Sedangkan Ika hanya ditegur lain kali untuk memakai buku yang sama yang dipakai Ibu Guru Ani, agar bisa menjawab soal tes yang diberikan dengan sempurna. Jam istirahat adalah jam yang paling mereka tunggu-tunggu, mereka senang sekali karena dapat keluar kelas untuk main di halaman dan membaca di perpustakaan sekolah. Meskipun kesenangan itu hanya sementara, akan tetapi cukup mengobati kesedihan dari nilai-nilai yang didapatkannya saat belajar di kelas.
Ibu dan Bapak Guru dari cerita Ibu Ani, Binbin dan IkA, kita dapat melihat bagaimana Perspektif pendidik tidak selalu sama dengan perspektif murid. Tidak jarang murid merasakan kebalikan apa yang dianggap dan dirasakan pendidik.
Ketika tadi Ibu Ani merasa cocok dan nyaman dengn metode ceramah untuk muridnya, ternyata Binbin merasa bosan dan mengantuk saat diberikan materi. Demikian pun Ika, ia lebih memilih belajar dari sumber belajar lain, youtube. Yang berisikan materi yang samadan menurutnya menarik. Ketika Ibu ani merasa cukup mengukur pemahaman murid dengan tes pilihan ganda, ternyata Binbin bersedih ketika mendapatkan nilai 40 dan dianggap belum memahami materi staandar yang ditetapkan Ibu Ani. Padahal ia menuangkan pemahaman tentang sistem pencernaan manusia melalui gambar-gambar organ pencernaan manusia. Sementara Ika meskipun sudah dianggap melampaui standar yang ditetapakan Ibu Ani dan dianggap menguasai materi, tetapi Ika merasa ketakutan dan cemas karenamenggunakan sumber belajar lain dari Youtube dan tidak sama dengan Ibu Ani gunakan.
Sebagai pendidik, Ibu Ani sebaiknya bukan hanya memberikan pengetahuan dan informasi tentang sistem pencernaan manusia saja, melainkan juga memberikan pemahaman kepada murid tentang fungsi dan kegunaannya dalam kehidupan murid. Selain itu pendidik sebaiknya juga mengenal dan memahami kekuatan kodrat anak bahwa setiap murid dapat mengekspresikan dan membuat pemahamannya sendiri dengan cara yang berbeda. Dalam menilai pemahaman murid pendidik sebaiknay tidak hanya menggunakan satu jenis alat pengukuran laul menyimpulkannya. Tetapi dapat menggunakan alat pengukuran lainnya yang melibatkan murid untuk mereflesikan pemahaman dari pengalaman belajarnya, evaluasi diri.
Seperti
yang terjadi pada Binbin, Ia mampu mengekspresikan pemahamannya melalui gambar,
mungkin juga murid bisa menjelaskan dengan verbal menggunakan bahasa sendiri,
dan beragam jenis ekspresi pemahaman murid lainnya. Cerita-cerita seperti ini
mungkin hanya salah satu contoh untukk mengingatkan kita, apa sesungguhnya
fungsi pendidikan?
Funsi
pendidikan adalah mengantarkan murid agar siap hidup dan memberikan kepercayaan
kepada murid bahwa dimasa depan mereka akan mampu mengisi zamannya, yaitu tidak
cukup hanya hidup untuk kepentingan dirinya, individualistik. Tetapi juga
berkontribusi untuk masyarakat dan lingkungan dimana ia berada, bersama-sama
mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Fungsi pendidikan akan berjalan sesuai
dengan apa yang dicita-citakan oleh Ki Hadjar Dewantara, jika kita sebagai
pendidik memahami hal-hal sebagai berikut ;
1. Setiap
murid memiliki kodrat kekuatan/potensi-potensi yang berbeda
2. Pendidikan
hanyalah sebagai tuntunan
3. Mendidik
adalah menuntun murid untuk selamat dan bahagia
4. Pendidik
tidak dapat berkehendak atas kodrat kekuatan atau potensi murid
5. Pendidik
dapat memberikan daya upaya maksimal untuk mengembangkan akal budi pekerti
murid.
6. Pendidik
membantu mengantarkan murid untuk merdeka atas dirinya sendiri untuk kehidupan
dan penghidupannya, memelihara dan menjaga bangsa dan alamnya.
Kemerdekaan
murid dalam belajar merupakan kunci untuk mencapai tujuan pendidikan yang
mengantarkan keselamatan dan kebahagiaan. Jika untuk dirinya sendiri ia tidak
bisa mencapai selamat dan bahagia, bagaimana mungkin ia akan memelihara dan
menjaga dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa ataupun alamnya. Oleh sebab itu,
kita sebagai pendidik dapat merenungkan kembali, apakah praktik pembelajaran
saat ini benar-benar mempersiapkan murid agar siap hidup dan mengisi zamannya?
Apa yang dapat kita lakukan untuk membantu murid mencapai selamat dan bahagia
serta siap hidup dan mampu mengisi zamannya?
Sistem Among
Ki Hadjar Dewantara mengenalkan sistem Among sebagai suatu metode pendidikan yang menekankan pada proses pembelajaran yang dikenal dengan Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso Tut Wuri Handayani. Ing Ngarso Sung tulodo, di depan memberi teladan yaitu Bagaimana guru memahami secara utuh tentang apa yang dapat ia bantu kepada murid menjadi teladan dalam budi pekerti dan tingkah laku. Ing Madya Mangun Karso, di tengah membangun kehendak yaitu guru diharapkan mampu membangkitkan semangat bersua Karsa dan berkreasi bersama murid dengan membuka dialog dengan murid berperan sebagai narasumber dan penuntun. Tut Wuri Handayani di belakang memberi dorongan, yaitu guru tidak sekedar memberikan motivasi tetapi juga memberikan motivasi tetapi juga memberikan saran dan rekomendasi dari hasil pengamatannya agar murid mampu mengeksplorasi daya cipta rasa karsa dan karya nya.
Sistem Among didasarkan pada dua hal yaitu kodrat alam sebagai syarat untuk mencapai kemajuan pendidikan sesuai dengan potensi murid dan kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batin murid hingga dapat mencapai selamat dan bahagia. Dalam bahasa Jawa, Momong berarti merawat dengan penuh ketulusan dan penuh kasih sayang serta mentransformasikan kebiasaan-kebiasaan baik disertai dengan doa dan harapan. Sementara Among yaitu memberikan contoh tentang baik dan buruk, tanpa harus mengambil hak murid agar bisa tumbuh dan berkembang dalam suasana batin yang merdeka sesuai dengan dasarnya. Sedangkan Ngemong adalah proses untuk mengamati merawat dan menjaga agar murid mampu mengembangkan dirinya bertanggung jawab dan disiplin berdasarkan nilai-nilai yang telah diperoleh sesuai dengan kodratnya.
Sebagai contoh saat proses pembelajaran guru dapat bertanya, dan membuka dialog dengan murid tentang perasaannya dengan berbagai cara seperti melalui gambar, tulisan dan lain-lain yang membuat murid nyaman mengutarakannya sehingga murid mungkin dapat merasakan perhatian kasih sayang dari guru yang dapat membangkitkan semangat belajarnya. Guru dapat menuntun murid untuk memahami bahwa wajar untuk melakukan kesalahan. Selain itu murid juga mungkin melihat sosok gurunya tersebut sebagai contoh berperilaku kepada orang lain dengan perhatian dan kasih sayang contoh lain guru juga dapat mengajak dan melibatkan murid untuk menentukan tujuan belajarnya, dengan menanyakan kesukaannya keinginan belajarnya dan lain-lain yang murid merasa dihargai dan didengarkan.
Ibu dan Bapak Guru, mari kita renungkan bersama, Apakah kita sebagai pendidik sudah menekankan pada proses belajar yang terjadi dalam diri murid? lalu apa yang dapat kita lakukan sebagai pendidik untuk dapat berpihak kepada murid dan memfasilitasi kebutuhan potensi dan kompetensinya? Selamat belajar, Ibu dan Bapak Guru hebat!
Merdeka Belajar Abad 21
Kompetensi abad 21 menjadi kompetensi yang perlu dimiliki murid untuk menghadapi tantangan-tantangan ke depan. Untuk mencapai itu pendidikan yang memerdekakan murid menjadi slah satu cara, murid merdeka dalam mengajar, menggali keingintahuannya dengan bimbingan guru
Misalnya guru meminta murid menghafal perkalian, Tanggal Peristiwa sejarah kemerdekaan dan lain-lain, yang sifatnya hafalan tanpa dibukakan ruang dialog tentang kegunaannya atau kebermanfaatannya bagi murid. Mungkin benar cara demikian dapat menambah wawasan murid. Tetapi, Apakah dengan menghafal kebutuhan belajar murid telah terpenuhi? Apakah murid memahami apa yang ia hafalkan? dan bagaimana ia menghubungkannya dengan kehidupan?
Pesan Ki Hadjar Dewantara, Tuntunlah murid sesuai zamannya. Sekarang guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber pengetahuan, tetapi guru berperan sebagai fasilitator pembelajaran, sumber-sumber pengetahuan kini terbuka luas akses dan beragam bentuknya seperti, adanya mesin pencari yang bisa menyediakan beragam informasi yang kita inginkan sehingga cara menuntun dan membimbing murid pun sangat berbeda sebagai fasilitator. Guru menempatkan murid menjadi subjek atau individu aktif dalam pembelajaran, untuk mencari dan membangun pemahamannya sendiri. Bukan sebaliknya murid dianggap objek pembelajaran atau individu pasif yang hanya tergantung pada apa yang diberikan guru.
Kita dapat membantu menyiapkan murid-murid kita untuk memiliki rasa percaya diri, dalam berinteraksi dan berkolaborasi bersama warga dunia untuk memecahkan masalah-masalah Global. Hal ini sulit terjadi, jika kita sebagai pendidik tidak menyadari bahwa pendidikan tidak hanya mengembangkan kemampuan berpikir saja, tetapi juga mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki murid yaitu kecerdasan Rasa, Karsa, Cipta dan Karya. Agar murid menjadi manusia seutuhnya sesuai pesan dari Ki Hajar Dewantara.
Salah satu contoh metode pembelajaran abad 21 yang berpusat pada murid adalah pembelajaran berbasis proyek, guru dapat mengajak murid mengamati permasalahan dan potensi yang ada di sekitarnya, kemudian guru bersama murid merancang proyek yang akan dilakukan. Lalu murid mencari data dan informasi dengan bimbingan guru sampai murid dapat menyimpulkan dan menyampaikan hasilnya melalui media yang menurutnya sesuai. Selain itu pembelajaran proyek ini juga sebagai media bagi guru meningkatkan kompetensi yang dimilikinya untuk menuntun murid dalam Merdeka Belajar abad 21.
Selain kemampuan mendengarkan agar murid
berani mengeksplorasi sumber-sumber wawasan pengetahuan, berdiskusi dan
berdialog, sampai pada akhirnya membantunya memiliki kompetensi abad 21
tersebut. Lalu bagaimana dengan pembelajaran kita saat ini? Mari kita
refleksikan bersama! Apakah kita sudah berperan sebagai guru yang menuntun
murid sesuai zamannya? Kompetensi apa yang sudah kita miliki untuk membantu
murid Merdeka belajar abad 21
Menciptakan
Lingkungan Pembelajaran Terbaik Murid
Membimbing Murid, memperbaiki bangsa.
Guru membimbing dan mendampingi murid dalam proses belajarnya. Bukan hanya sekedar meningkatkan kecerdasan berpikirnya, melainkan juga secara tidak langsung berperan memperbaiki bangsa.Murid seringkali merasa senang dan bangga ketika guru mengkonversi pemahaman pengetahuannya dalam belajar dengan angka-angka penilaian. Semakin tinggi nilai angka, semakin dianggap pintar dan cerdas, sebaliknya semakin rendah nilai angka, semakin dianggap tidak pintar atau tidak cerdas. Hal ini dapat berdampak pada motivasi belajar murid yang cenderung fokus mendapatkan penilaian antar tinggi dari guru dan berkompetisi atau bersaing dengan teman-temannya. Belum lagi sistem pemeringkatan kelas yang dilakukan oleh guru, itu juga menjadi salah satu pengaruh motivasi belajar murid.
Sebenarnya memberikan apresiasi kepada murid bukanlah hal yang buruk, jika dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip yang berpihak pada anak. Akan tetapi, masih banyak dari kita sebagai pendidik yang belum memahami prinsip berpihak pada murid tersebut. Bagaimana perasaan murid ketika ia mendapatkan peringkat paling bawah di kelasnya, atau mendapatkan nilai ujian yang paling rendah kemudian diumumkan di dalam kelas tanpa pengertian atau penguatan dari guru dengan tepat. Kecenderungan mengandalkan ujian atau evaluasi sumatif tanpa didasari atas pemahaman tentang penilaian itu sendiri, dapat menjadi bumerang dan sangat merugikan murid, bahkan dapat melemahkan potensi dan kekuatannya. Proses-proses yang dilalui murid dalam mencari dan membangun pengetahuan dan pemahamannya, juga sebaiknya menjadi perhatian utama para guru. Dari sanalah guru dapat melakukan penilaian proses belajar atau formatif, yang juga dapat digunakan untuk membantu merefleksikan pembelajaran.
Bukan hanya kecerdasan pikiran yang murid dapatkan dan juga ia dapat mengembangkan kecerdasan sosial emosional melalui pengalaman belajar sesuai dengan kebutuhannya. Penumbuhan dan pengembangan karakter murid kadang terabaikan dan tertutupi oleh pengembangan kecerdasan kognitif dalam proses pembelajaran, padahal pendidikan karakter sama pentingnya dengan kecakapan kognitif murid yang dapat menjadi modal dalam kehidupan dan penghidupan kelak. Karakter yang berisikan nilai-nilai yang diyakini dan menjadi ciri khas setiap murid menjalani hidupnya agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan kesadaran untuk berani bertanya dan berpendapat merupakan salah satu karakter yang perlu dimiliki murid untuk mengaktualisasikan diri dimana ia berada.
Dengan karakter berani bertanya dan mengemukakan pendapat, ia akan terus mengasah keterampilan berpikir kritis nya mengembangkan kepekaannya pada lingkungan sekitar dan memajukan bangsa dan negara. Untuk mewujudkan itu mustahil murid akan mampu melakukannya sendiri kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang memerlukan bantuan orang lain tidak mungkin bisa dihapus. Oleh karenanya karakter khas bangsa Indonesia yang didasarkan atas kodrat sebagai makhluk sosial yaitu bergotong-royong atau bekerja sama menjadi salah satu karakter penting yang murid dapat temukan dalam pengalaman belajarnya.
Gotong royong atau bekerja sama merupakan budaya ciri khas bangsa Indonesia, sehingga dengan membimbing murid untuk menemukan kesadaran bahwa gotong royong atau kerjasama penting dan bermanfaat baginya, secara tidak langsung menanamkan melestarikan dan memperbaiki budaya bangsa Indonesia. Maka kita sebagai pendidik dapat mendampingi murid untuk menemukan, menumbuhkan dan mengembangkan karakter tersebut sebagai bekal kehidupan dan penghidupannya sekaligus, merupakan bagian dari kebudayaan kita dalam pembelajaran.Contoh lain ketika guru merencanakan pembelajaran dengan melibatkan murid untuk menentukan tujuan belajarnya, melibatkan murid dalam proses belajarnya, dan melibatkan murid dalam mengevaluasi belajarnya dengan formulir penilaian diri misalnya. Sebagai orang dewasa kita, hanya dapat membimbing murid untuk memunculkan karakter-karakter yang menurutnya sesuai dengan nilai dan prinsip yang diyakininya. Mari kita refleksikan bersama.
Peran Keluarga, Sekolah dan Masyarakat
Momen menjalani pendidikan di lembaga sekolah merupakan momen yang dinanti-nantikan bagi sebagian orang tua untuk memenuhi kebutuhan belajar anaknya, ada orang tua yang benar-benar menyerahkan segala urusan Didik mendidik murid kepada guru dan sekolah sebagai satu-satunya wadah karena kesibukannya bekerja.Tetapi ada juga orang tua yang ikut proaktif mendampingi tumbuh kembang anak nya dengan berkolaborasi dengan guru dan sekolahnya agar apa yang diberikan guru di sekolah selaras dengan apa yang dilatihkan di rumah. Tidak jarang orang tua menganggap guru sebagai faktor utama keberhasilan belajar murid sehingga, guru dianggap berhak melakukan apapun kepada murid asalkan murid berhasil dididik dalam belajarnya. Seakan-akan beban berat hanya ada di punggung guru dalam mendidik murid padahal orang tua atau keluarga lah yang menjadi contoh teladan dan berkewajiban mendidik anak-anaknya.
Tri sentra pendidikan adalah 3 wadah dasar proses pembentukan pendidikan murid yang terdiri dari alam keluarga alam perburuan dan alam pergerakan pemuda atau komunitas atau masyarakat. Ketiganya berperan dan berkontribusi mengembangkan pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan murid, kita tidak cukup hanya membantu murid dengan wawasan ilmu pengetahuan dan teladan sikap. Tetapi, juga dapat membantu murid untuk dapat menemukan suasana atau atmosfer dimana ia hidup dan berada.
Sebagai contoh kasih sayang cinta dan perasaan-perasaan lain dapat tumbuh dalam hidup keluarga, anak yang berperan penting menumbuhkan pendidikan budi pekerti yang kuat pendidikan sosial juga dapat muncul dan tercermin dari interaksi antar anggota keluarga, seperti tolong-menolong antar mereka, membantu dan menjaga anggota keluarga yang sedang sakit, bersama-sama menjaga kebersihan dan ketertiban dalam keluarga dan lainnya, menjadi modal pendidikan sosial yang berasal dari alam keluarga. Keluarga di sini bukan berarti keluarga inti, ayah, ibu, kakak dan adik saja melainkan lebih luas dari itu yaitu orang-orang dewasa yang merawat memelihara, melindungi, dan peduli terhadap tumbuh kembang anak.
Kedua adalah alam perguruan, alam perguruan ini meliputi semua jenis dan bentuk satuan pendidikan yang berperan dalam mengembangkan kecakapan berpikir murid. Ki Hadjar Dewantara menyebutnya dengan Balai Wiyata. Disinilah kecakapan murid dapat terus diasah melalui pendidikan intelektual, akan tetapi Ki Hadjar juga mengingatkan kita bahwa semakin cakap kemampuan berpikir dan luasnya pengetahuan, semakin kuat pula ego dan budi keduniawian (materialisme) akibatnya dapat menghasilkan jiwa anti sosial murid. Oleh karean alam perguruan sebisa mungkin dapat selaras dan berkesinambungan, dengan hidupa alam keluarga dan tidak boleh terpisah, agar murid mendapatkan kecerdasan kecakapan berpikir dan juga kecakapan sosial emosional.
Alam perguruan atau Balai Wiyata, yang dulu menjadi tempat satu-satunya mengasah kecakapan intelektual, saat ini bentuk dan cara menuntun murid menyesuaikan zaman. Sebagai contoh guru menyelenggarakan pembelajaran daring dengan menggunakan berbagai media murid mencari tahu informasi dan pengetahuan yang membuatnya penasaran melalui mesin pencari pada gawainya. Kemudian didiskusikan bersama guru dan teman-temannya, maka guru perlu memahami konteks kebutuhan dan cara belajar murid pada masa sekarang juga sekaligus menjadi Mitra kolaborasi dengan keluarga.
Dan yang ketiga yaitu alam pergerakan pemuda atau masyarakat. Alam pergerakan pemuda atau masyarakat inilah sebagai penguat pendidikan, baik itu untuk kecerdasan budi pekerti dan sosial emosional murid. Masyarakat merupakan lingkungan pembelajaran murid atau dapat dikatakan sebagai laboratorium pendidikan murid. Menumbuhkembangkan apa yang telah ia dapat di keluarga dan perguruan, di masyarakat pula murid membangun koneksinya dengan lingkungan dan alam sekitar dimana ia berada untuk mengetahui siapa dirinya dan perannya di dalam masyarakat. Sama dengan apa yang terjadi pada alam perguruan majunya teknologi terhubungnya setiap warga negara dengan warga negara lain melalui jaringan internet, membuat kita berpikir kembali tentang definisi alam masyarakat yang semakin meluas.
Sebagai contoh keluarga menanamkan nilai kemandirian pada anak sejak dini artinya sedapat mungkin, anak diberi kepercayaan untuk dapat mengeksplorasi dan mengerjakan banyak hal secara mandiri. Selain itu keluarga juga menanamkan prinsip-prinsip kolaborasi keterbukaan dan dialog. Orang tua atau keluarga dapat membantu anak untuk mencari sumber-sumber pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak, apabila kemudian menemui kesulitan maka orangtua bisa mengajak anak untuk mendiskusikannya bersama guru di sekolah. Apabila kemudian pengetahuan dan pengalaman guru di sekolah belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan belajar anak maka, bisa bersama-sama bertanya atau mencari narasumber lain yang ada di sekitar. Guru dan murid dapat belajar bersama menggunakan mesin pencari dan sarana lain yang ada di luar sana, yang membantu memfasilitasi kebutuhan belajar anak.
Ibu dan Bapak Guru. Mari kita refleksikan bersama! Apakah kita sudah memahami peran keluarga perguruan dan masyarakat dan menerapkannya dalam pembelajaran yang kita rencanakan? Lalu apa yang dapat kita lakukan untuk dapat mempraktikkan peran peran tersebut dalam proses pembelajaran untuk murid-murid kita?
Demikian Ibu Bapak Guru hebat pembahasan kita tentang topik Merdeka Belajar Salam dan Bahagia






Mantap
BalasHapussangat bermanfaat🙏🏼
BalasHapusBagus dan bermanfaat
BalasHapus